PRE-EKLAMSIA DAN EKLAMSIA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
SRI MAHATMA KESAVA
MURTI ( 16140036 )
MAYA SARI (
16140025 )
ASTIKA DIANA SARI ( 16140019 )
FITRI SARI
ASTRIYANI (
16140106 )
KUSNUL KHOTIMAH ( 16140107 )
MIRNAWATI WAHYU
FARIDA ( 16140002 )
ANA KRISNAWATI ( 16140073 )
SEPTI RATNA
SARI ( 16140043 )
FEBIANA LALUUR ( 16140004 )
ENDANG PURWANTI ( 16140032 )
SELFIA MEGAWATI MATERO (
16140067 )
B.13.1
DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan karena masih
dangkalnya pengetahuan penulis. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak,
akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyajian dan penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun
demi perbaikan untuk masa yang akan datang.
Akhirnya
dengan penuh harapan dan mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 26
Februari 2017
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................
i
DAFTAR
ISI...............................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
...........................................................
1
B.
Tujuan Penulisan ........................................................
2
C.
Rumusan Masalah
……………………………...…... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
PRE-EKLAMPSIA
BERAT
1.
Definisi
.....................................................
3
2.
Diagnosa....................................................
3
3.
Pencegahan …………………...…………
3
4.
Penanganan
...............................................
4
B.
EKLAMPSIA
1.
Definisi
.....................................................
6
2.
Gejala –
gejala...........................................
6
3.
Komplikasi................................................
7
4.
Prognosis...................................................
7
5.
Pencegahan................................................
8
6.
Penanganan................................................
8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan…………………….................................
12
B.
Saran…………………………………………..….....
12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Angka kematian ibu di indonesia masih
cukup tinggi. Salah satu penyebab utama tinggi angka kematian ibu ini adalah pre-eklamsia
/ eklampsia. Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan terutama pada
kehamilan pertama, kehamilan kembar dan wanita yang berusia diatas usia 35
tahun. Selama kehamilan, tanda-tanda pre-eklampsia ini harus dipantau terlebih
pada wanita yang berisiko terjadi pre-eklampsia pada kehamilannya ini. Tanda
khas pre-eklampsia ini adalah tekanan darah tinggi, ditemukan protein dalam
urine dan oedema. Adapun gejala-gejala yang juga harus diketahui yaitu kenaikan
BB berlebihan, nyeri kepala yang hebat, muntah, gangguan penglihatan. Jika
tanda-tanda tersebut terlambat dideteksi maka akan semakin parah dan keadaan
paling berat ini akan kejang, pasien yang akan mengalami kehilangan kesadaran,
bahkan sampai pada kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal,
kegagalan hati dan pendarahan otak.
Usia sebaga salah satu faktor predisposisi
terjadinya pre-eklampsia dapat menimbulkan kematian maternal. Wanita hamil
diatas usia 35 tahun mengakat 3 kali lipat terjadinya pre-eklampsia. Jika tidak
terdeteksi secara dini tentu kasus pre-eklampsia ini akan berubah menjadi
eklampsia yang harus mempunyai penanganan yang lebih khusus.
Untuk mengatasi salah satu penyebab
tingginya angka kematian ibu ibi adalah pelayanan kesehatan prenatal yang baik
dan tidak boleh menganggap remeh jika menemukan salah satu tanda dari
pre-eklampsia.
Jika kasus pre-eklampsia ini menjadi semakin berat dan
tidak segera ditangani lamanya akan berakibat buruk kondisi ibu dan janin,
bahkan akan berakibatkan kematian ibu dan janin.
1
B.
Tujuan Penulisan
1.
Bagaimana definisi,
diagnosa, penanganan pre-eklamsia ?
2.
Bagaimana
definisi, gejala-gejala, komplikasi, prognosis, penanganan eklamsia ?
C. Rumusan Masalah
1.
Untuk mengetahui definisi,
diagnose, penatalaksanaan, penanganan pre-eklamsia.
2.
Untuk mengetahui definisi,
gejala-gejala, komplikasi, prognosis, penanganan eklamsia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PRE-EKLAMPSIA
1.
Definisi
Bila disertai
keadaan sebagai berikut :
ü Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
ü Proteinuria 5 gr atau lebih per liter
ü Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24
jam
ü Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa
nyeri di epigastrium.
ü Terdapat oedema paru dan sianosis
2.
Diagnosa
Diagnosa
ditegakkan berdasarkan :
ü Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan,
oedema, hipertensi, dan timbul proteinuria.
ü Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal,
nyeri epigastrium, gangguan visus, penglihatan kabur, skotoma, diplopia, mual
dan muntah, gangguan serebral lainnya : oyong, reflek meningkat, dan tidak
tenang.
ü Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat,
dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
3.
Pencegahan
ü Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta
teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin ( pre-eklampsia ringan ) lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
ü Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya
per-eklamsia kalau ada faktor – faktor peredisposisi.
3
ü Berikan penerangan tentang mamfaat istirahat dan
tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta
karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang
berlebihan.
4.
Penanganan
I.
Tujuan utama
penanganan adalah :
ü Untuk mencegah terjadinya pre-eklampsia dan eklamsia
ü Hendaknya janin lahir hidup
ü Trauma pada janin semaksimal mungkin
II.
Penanganan Pada
Pre-Eklampsia Berat :
ü Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu
ü Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas
paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganan adalah sebagai
berikut :
·
Berikan suntikan
sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr IM kemudian disusul dengan injeksi tambahan
4 gr IM setiap 4 jam ( selama tidak ada kontraindikasi ).
·
Jika ada perbaikan
jalannya penyaki, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24
jam sampai dicapai kriteria pre-eklampsia ringan ( kecuali ada kontraindikasi ).
·
Selanjutnya ibu
dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta BB ditimbang seperti
pada pre-eklampsia ringan, sambil mengawasi timbunya lagi gejala.
·
Jika dengan terapi
diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus
atau tindakan lain tergantung keadaan.
4
ü Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda
kematangan paru janin maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan
diatas 37 minggu.
III.
Pre-eklampsia
berat pada usia kehamilan diatas 37 minggu
a)
Penderita rawat
inap
·
Istirahat mutlak
dan ditempatkan pada kamar isolasi.
·
Berika diit rendah
garam dan tinggi protein.
·
Berikan suntikan
sulfas magnesikus 8 gr IM, 4 gr dibokong kanan dan 4 gr d bokong kiri.
·
Suntikan dapat
diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
·
Syarat pemberian
MgSO4 adalah refleks patella positif, diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir,
respirasi 16 kali permenit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10 % dalam amp 10 cc.
·
Infus dextrosa 5 %
dan ringer laktat.
b)
Berikan obat anti
hipertensi : injeksi katapres 1 amp IM dan selanjutnya dapat diberikan tablet
katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
c)
Diuretika tidak
diberikan kecuali bila terdapat oedema paru dan kegagalan jantung kongestif.
Untuk ini dapat disuntikan 1 amp IV Lasix.
d)
Segera setelah
pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa
amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin ( pitosin atau sintosinon ) 10
satuan dalam infus tetes.
e)
Kala II harus
dipersingkat dengan VE atau FE, jadi ibu dilarang mengedan.
5
f)
Jangan berikan
methergin postpartum, kecuali bila terjadi pendarahan yang disebabkan atonia
uteri.
g)
Pemberian sulfas
magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4
gr setiap 4 jam selama 24 jam postpartum.
h)
Bila ada indikasi
obstetrik dilakukan SC.
B.
EKLAMPSIA
1.
Definisi
Eklampsia
dalam bahasa yunani berarti “ halilitar “ karena serangan kejang –kejang timbulnya
tiba-tiba seperti petir.
2.
Gejala – Gejala
Eklampsia :
Ø Stadium invasi ( awal atau aurora ).
Ø Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata
dan tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau kiri. Stadium ini
berlangsung kira-kira 30 menit.
Ø Stadium kejang tonik.
Ø Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernapasan ke dalam, pernapasan
berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini
berlangsung kira-kira 20-30 menit.
Ø Stadium kejang klonik.
Ø Semua otot berkontraksi ulang-ulang waktu yang cepat,
mulut terbuka dan tertutup. Keluar ludah berbusa dan lidah dapat digigit, mata
melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2
menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti
mendengkur.
Ø Stadium koma.
6
Ø Lamanya ketidaksadaran ( koma ) ini berlangsung selama
beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul
serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma. Selama serangan
tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40 celcius.
3.
Komplikasi
Ø Lidah tergigit
Ø Terjadi perlukaan dan fraktur
Ø Gangguan pernafasan
Ø Perdarahan otak
Ø Solusio plasenta
Ø Merangsang persalinan
4.
Prognosis
§ Morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tinggi
o Kematian ibu
Disebabkan oleh
pendarahan otak, kegagalan jantung paru, kegagalan ginjal, infeksi, kegagalan
hepar, dan lain-lain.
o Kematian bayi
Disebabkan hipoksia
intrauterin dan prematuritas
§ Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk
menentukan prognosis eclampsia, yang terdiri dari :
o Koma yang lama
o Frekuensi nadi diatas 120 kali permenit
o Suhu 39,4 celcius atau lebih
o Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
o Konvulsi lebih dari 10 kali
o Proteinuria 10 gr atau lebih
o Tidak ada oedema, oedema menghilang
7
5.
Pencegahan
Upaya-upaya yang
dilakukan adalah :
§ Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat
bahwa eklampsia bukanlah penyakit kemasukan seperti banyak yang disangka oleh
masyarakat.
§ Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan antenatal
serta mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilan sejak hamil muda.
§ Pelayanan kebidanan yang bermutu yaitu pada tiap-tiap
pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya sedini
mungkin.
§ Mengakhiri kehamilan sedapat-dapat pada kehamilan 37
minggu keatas apabila setelah dirawat inap tanda-tanda tidak menghilang.
6.
Penanganan
Prinsip
perawatannya adalah :
1)
Tujuan perawatan
di RS adalah untuk menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan
diuresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan yang tepat dan cepat, serta
untuk melakukan terminasi kehamilan 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan
tidak menghitungkan tuanya kehamilan.
2)
Penderita
eklampsia harus dirawat inap di RS
3)
Pengangkutan ke RS
Sebelum dikirim,
diberikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang selama dalam
perjalanan yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg.
4)
Sesampai di RS,
pertolongan pertama adalah :
·
Membersihkan dan
melapangkan jalan pernapasan
·
Menghindarkan
lidah tergigit
·
Pemberian oksigen
8
·
Pemasangan infus
dektrosa atau glukosa
·
Menjaga agar
janagan sampai trauma serta dipasang kateter tetap
5)
Observasi
penderita
·
Dilakukan didalam
kamar isolasi yang tenang dengan lampu redup ( tidak terang ), jauh dari
kebisingan dan rangsangan kemudian dibuat catatan setiap 30 menit berisis
tensi, nadi, respirasi, suhu badan, refleks,dan diuresis. Bila memungkinkan
dilakukan funduskopi sekali sehari, juga dicatat tingkat kesadaran dan jumlah
kejang yang terjadi.
·
Pemberian cairan
disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam, kadar
protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantatif.
6)
Regim-regim
pengobatan
·
Regim MgSO4 20 %
dengan dosis 4 gr IV perlahan-lahan selama 5-10 menit kemudian disusul dengan
suntikan IM dosis 8 gr. Jika tidak ada kontraindikasi, berikan suntikan IM
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24
jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan. Bila tidak ada
kontraindikasi ( perhatikan pernapasan, refleks dan diuresis ). Juga harus
tersedia kalsium glukonas sebagai antidotum.
kegunaan
MgSO4 adalah untuk mengurangi kepekaan syaraf pusat agar dapat mencegah
konvulsi, menambah diuresis, kecuali bila ada anuria dan untuk menurunkan
pernafasan yang cepat.
9
·
Regim sodium
pentotal
Dosis insial
suntikan IV perlahan-lehan sodium pentotal 2,5 % adalah sebanyak 0,2-0,3 gr.
Dengan infus secara tetes ( drips ) tiap 6 jam diberikan :
ü 1 gr sodium pentotal dalam 500 cc dektrose 10 %
ü ½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
ü ½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
ü ½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
ü ( selama 24 jam )
kerja pentotal
sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan
di RS karena cukup berbahaya dapat menyebabkan henti nafas.
·
Regim valium (
diazepam )
Dengan dosis 40 mg
dalam 500 cc glukosa 10 % dengan tetesan 30 permenit. Seterusnya diberikan
setiap 2 jam 10 mg dalam infus atau suntikan IM : sampai tidak kejang, obat ini
cukup aman.
·
Regim litik koktil
( lytic cocktail )
Ada 2 macam kombinasi
obat yaitu :
ü Largactil ( 100 mg ) + phenergen ( 50 mg ) + Pethidin
( 100 mg )
ü Pethidin ( 100 mg ) + Chlorpromazin ( 50 mg ) +
Promezathin ( 50 mg )
Masing-masing dilarutkan dalam 500 cc glukosa 5 % dan
diberikan secara infus tetes IV : jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan
kejang dan tekanan darah penderita.
10
·
Regim stroganoff
7)
Pemberian
antibiotika
Untuk
mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin
prokain 1,2-2,4 juta satuan.
8)
Penanganan obstetric
·
Setelah pengobatan
pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status obtetrikus penderita, keadaann
janin, keadaan serviks dan sebagainya.
·
Setelah kejang
dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian direncanakan untuk
mengakhiri kkehamilan atau mempercepat jalan persalinan dengan cara yang aman.
·
Kalau belum
inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang, dengan atau
tanpa amniotomy.
·
Kala II harus
dipersingkat dengan ektraksi vakum atau ektraksi forseps. Bila janin mati
dilakukan embriotomi.
·
Bila serviks masih
tertutup dan lancip ( pada primi ) serta kepala janin masih tinggi atau ada
kesan terdapat disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik lainnya,
sebaiknya dilakukan SC ( bila janin hidup ). Anastesi yang dipakai lokal atau
umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
9)
Bahaya yang masih
tetap mengancam adalah pendarahan postpartum, infeksi nifas, atau trauma akibat
pertolongan obstetric.
11
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pre-eklampsia
berat merupakan suatu kelanjutan dari pre-eklampsia ringan dimana terjadinya
kenaikan tekanan darah 160 / 110 mmHg, proteinuria 5 gram / lebih dalam 24 jam
( +3 atau +4 ), oliguria, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan. Dalam
keadaan PEB, jika tidak ditangani dengan segera maka pasien akan mengalami
kejang / sudah dalam tahap eclampsia.
2.
Banyak pesien yang
berpotensi dalam PEB ini antara lain : faktor genetik ( keturunan / riwayat
keluarga hipertensi ), kehamilan ganda, obesitas, DM, dan faktor prodisposisi.
Ibu pekerja keras dean perokok.
3.
Untuk mencegah
agar pre-eklampsia ini tidak menjadi berat atau bahkan menjadi eklampsia, perlu
dipantau dalam setiap kunjungan ulang antenatal yaitu pertambahan BB yang
meningkat terlalu jauh perminggu, tekanan darah dan proteinuria.
4.
Jika kita
menemukan pasien dengan kasus PEB, tindakan segera yang langsung kita ambil
adalah segera pasien dirujuk ke RS karena kasus ini bukanlah wewenang kita
sebagai bidan dan harus memerlukan tindakan yang lebih lanjut yang tidak bisa
kita tangani sendiri.
B.
Saran
1.
Diharapkan pada
tenaga kesehatan khususnya bidan untuk menjelaskan tanda-tanda bahaya dalam
kehamilan, sehingga ibu hamil dapat mengetahui gejala awal dan penyimpangan
yang terjadi dan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat.
2.
Bidan harus
memberikan penyuluhan pada ibu –ibu hamil tentang KB supaya mereka bisa
mengatur kehamilannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo
Sarwono, 2002 “ Ilmu kebidanan ” Yayasan Bina pustaka, Jakarta
Mansjoer Arif,
2000 ” Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kesatu “, Penerbit Media Aesculapius
FKUI , Jakarta
Mochtar Rustam,
1998, “ Sinopsis Obstetri Edisi Kesatu “. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
Prof dr Manuaba,
Ida Bagus Gde, SPOG. 1998, “ Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga
berencana Untuk Pendidikan Bidan ” , Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta
Prof dr Manuaba,
Ida Bagus Gde, SPOG, 1998, “ Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB ”. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta
www.askep-askeb-kita.blogspot.com
13