Jumat, 03 Maret 2017

TEKNIK PEMBERIAN OBAT SECARA EPIGURAL

TEKNIK PEMBERIAN OBAT SECARA EPIGURAL




NAMA : SRI MAHATMA KESAVA M
NIM : 16140036
KELAS : B.13.1



DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016/2017
1.          Pengertian bius Epidural

Bius epidural merupakan salah satu jenis pembiusan yang banyak digunakan untuk membantu meringankan nyeri pada proses persalinan. Epidural ini adalah suatu (analgesik) anestesi yang dapat mengurangi rasa sakit kontraksi Klien. Bius ini disuntikkan melalui jarum berongga ke ruang di luar membran luar sumsum tulang belakang klien. Setelah pembiusan telah dilakukan, tabung plastik tipis dimasukkan melalui jarum suntik.

2.          Indikasi Epidural
a)      Pereda nyeri atas permintaan ibu
b)      Bermanfaat saat terdapat kecenderungan persalinan dengan bantuan alat:
§  Malposisi
§  Malpresentasi
§  Kehamilan kembar
§  Persalinan lama
c)      Hipertensi
d)      Persalinan praterm

3.          Cara Pembiusan

Pembiusan dilakukan oleh seorang ahli anestesi setelah klien mulai merasakan terjadinya kontraksi. Sebelumnya, klien akan disuntik melalui vena (intravena) dengan larutan khusus sebanyak 1-2 liter untuk membantu keseimbangan cairan dalam tubuh. Pemberian larutan ini akan terus berlangsung hingga proses persalinan selesai. Selanjutnya, klien disuruh untuk berbaring miring sambil menekuk/melengkungkan tubuh sedemikian rupa, sehingga ruas-ruas tulang belakang klien terbuka lebar. Caranya, pertemukan dagu dengan dada, serta dengkul klien dengan perut. Kemudian, obat bius akan dimasukkan menggunakan jarum suntik melalui suatu celah pada ruas tulang belakang untuk mencapai bagian yang disebut epidural. Bagian ini ada pada jalur sistem saraf pusat tulang belakang. Epidural terasa seperti es cair yang menimbulkan mati rasa pada perut klien, bawah dan kaki, dan mematikan saraf-saraf yang membawa sinyal rasa sakit dari rahim klien.

4.          Cara Kerja Bius Epidural Pada Tubuh

Ketika pemberian bius, tentu saja klien akan merasakan sakit yang agak menggigit saat jarum suntik menembus celah ruas tulang belakang. Bahkan ada orang yang mengalami sedikit pembengkakan pada bekas suntikan, sampai beberapa hari setelah proses persalinan selesai. Bagi klien yang operasi Caesar, seringkali timbul rasa seperti ada yang mengganjal di tulang belakang sampai beberapa minggu setelah persalinan. Rasa sakit ini akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Klien harus tetap berbaring di tempat tidur sampai saat persalinan tiba. Tapi, selama menunggu, klien diperbolehkan untuk berbaring menyamping dengan kepala lebih tinggi sekitar 30 derajat dari tubuh.
Umumnya, 3-5 menit setelah obat disuntikkan, sistem saraf dari bagian rahim hingga jalan lahir akan mati rasa (kebas). Setelah lewat 10 menit, biasanya klien sudah akan benar-benar mati rasa pada daerah tersebut, atau hingga seluruh bagian bawah tubuh. Hal ini tidak mempengaruhi kemampuan klien dalam mengejan, klien tetap dapat mengejan dengan dibimbing dokter dan perawat yang membantu persalinan. Obat bius itu tidak menghambat proses persalinan. Hanya saja, klien tidak akan merasakan nyeri luar biasa saat kontraksi semakin keras, di menit-menit terakhir sebelum si kecil lahir. Namun, bagi klien yang kehilaRngan kemampuan untuk mengejan, dokter akan membantu menggunakan forcep atau alat vakum. Sekalipun tindakan tersebut sebenarnya menambah besarnya risiko bagi bayi, tapi bila didukung oleh keterampilan dokter, maka klien tak perlu merasakan kekhawatiran yang berlebihan.

5.          Efek Samping Epidural
a)      Hipotensi (lebih menurun dengan CSE), mual, pingsan
b)      Dural tap, bila jarum tidsak sengaja menusuk dura meter, mengskibatkan menurunnya tekanan intracranial yang berpotensi menimbulkan sakit kepala besar selama beberapa hari berikutnya.
c)      Anastesi spinal total, terlau banyak memberikan injeksi anestesi local ke dalam ruang syubaraknoid dapat menyebabkan henti napas
d)      Blok parsial(nyeri membandel) yaitu saat kondiai masih tetap dirasakan di salah satu area abdomen
e)      Toksisitas obat :
§  Gelisah
§  Pusing
§  Tinnitus
§  Rasa logam
§  Mengantuk
§  Perubahan suhu, ibu biasanya mengalami efek vasodilatasi dari bupivakin yang menyebabkan kaki terasa hangat, suhu meningkattetapi tubuh menggigil
f)       Retensi urin

Daftar Pustaka

Johnson, ruth dan wendy taylor.2005. Praktek Kebidanan. EGC: Jakarta

MAKALAH PRE-EKLAMSIA dan EKLAMSIA

PRE-EKLAMSIA DAN EKLAMSIA



DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

*      SRI MAHATMA KESAVA MURTI              ( 16140036 )
*      MAYA SARI                                                  ( 16140025 )
*      ASTIKA DIANA SARI                                 ( 16140019 )
*      FITRI SARI ASTRIYANI                              ( 16140106 )
*      KUSNUL KHOTIMAH                                 ( 16140107 )
*      MIRNAWATI WAHYU FARIDA                  ( 16140002 )
*      ANA KRISNAWATI                                      ( 16140073 )
*      SEPTI RATNA SARI                                     ( 16140043 )
*      FEBIANA LALUUR                                     ( 16140004 )
*      ENDANG PURWANTI                                 ( 16140032 )
*      SELFIA MEGAWATI MATERO                  ( 16140067 )

B.13.1
DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan karena masih dangkalnya pengetahuan penulis. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian dan penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan untuk masa yang akan datang.
Akhirnya dengan penuh harapan dan mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.



Yogyakarta, 26 Februari 2017
Penulis











I
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.................................................. i
DAFTAR ISI............................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ........................................................... 1
B.     Tujuan Penulisan ........................................................ 2
C.     Rumusan Masalah ……………………………...…... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    PRE-EKLAMPSIA BERAT
1.      Definisi ..................................................... 3
2.      Diagnosa.................................................... 3
3.      Pencegahan …………………...………… 3
4.      Penanganan ............................................... 4
B.     EKLAMPSIA
1.      Definisi ..................................................... 6
2.      Gejala – gejala........................................... 6
3.      Komplikasi................................................ 7
4.      Prognosis................................................... 7
5.      Pencegahan................................................ 8
6.      Penanganan................................................ 8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan……………………................................. 12
B.     Saran…………………………………………..…..... 12
DAFTAR PUSTAKA




ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Angka kematian ibu di indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab utama tinggi angka kematian ibu ini adalah pre-eklamsia / eklampsia. Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan terutama pada kehamilan pertama, kehamilan kembar dan wanita yang berusia diatas usia 35 tahun. Selama kehamilan, tanda-tanda pre-eklampsia ini harus dipantau terlebih pada wanita yang berisiko terjadi pre-eklampsia pada kehamilannya ini. Tanda khas pre-eklampsia ini adalah tekanan darah tinggi, ditemukan protein dalam urine dan oedema. Adapun gejala-gejala yang juga harus diketahui yaitu kenaikan BB berlebihan, nyeri kepala yang hebat, muntah, gangguan penglihatan. Jika tanda-tanda tersebut terlambat dideteksi maka akan semakin parah dan keadaan paling berat ini akan kejang, pasien yang akan mengalami kehilangan kesadaran, bahkan sampai pada kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati dan pendarahan otak.
Usia sebaga salah satu faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia dapat menimbulkan kematian maternal. Wanita hamil diatas usia 35 tahun mengakat 3 kali lipat terjadinya pre-eklampsia. Jika tidak terdeteksi secara dini tentu kasus pre-eklampsia ini akan berubah menjadi eklampsia yang harus mempunyai penanganan yang lebih khusus.
Untuk mengatasi salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu ibi adalah pelayanan kesehatan prenatal yang baik dan tidak boleh menganggap remeh jika menemukan salah satu tanda dari pre-eklampsia.
Jika kasus pre-eklampsia ini menjadi semakin berat dan tidak segera ditangani lamanya akan berakibat buruk kondisi ibu dan janin, bahkan akan berakibatkan kematian ibu dan janin.

1
B.     Tujuan Penulisan
1.      Bagaimana definisi, diagnosa,  penanganan pre-eklamsia ?
2.      Bagaimana definisi, gejala-gejala, komplikasi, prognosis, penanganan eklamsia ?

C.     Rumusan Masalah
1.      Untuk mengetahui definisi, diagnose, penatalaksanaan, penanganan pre-eklamsia.
2.      Untuk mengetahui definisi, gejala-gejala, komplikasi, prognosis, penanganan eklamsia.




















2
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PRE-EKLAMPSIA
1.      Definisi
Bila disertai keadaan sebagai berikut :
ü  Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
ü  Proteinuria 5 gr atau lebih per liter
ü  Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
ü  Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium.
ü  Terdapat oedema paru dan sianosis
2.      Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
ü  Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi, dan timbul proteinuria.
ü  Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, gangguan visus, penglihatan kabur, skotoma, diplopia, mual dan muntah, gangguan serebral lainnya : oyong, reflek meningkat, dan tidak tenang.
ü  Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
3.      Pencegahan
ü  Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin ( pre-eklampsia ringan ) lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
ü  Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya per-eklamsia kalau ada faktor – faktor peredisposisi.

3
ü  Berikan penerangan tentang mamfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
4.      Penanganan
                                            I.            Tujuan utama penanganan adalah :
ü  Untuk mencegah terjadinya pre-eklampsia dan eklamsia
ü  Hendaknya janin lahir hidup
ü  Trauma pada janin semaksimal mungkin
                                         II.            Penanganan Pada Pre-Eklampsia Berat :
ü  Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
ü  Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganan adalah sebagai berikut :
·         Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr IM kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr IM setiap 4 jam ( selama tidak ada kontraindikasi ).
·         Jika ada perbaikan jalannya penyaki, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklampsia ringan ( kecuali ada kontraindikasi ).
·         Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta BB ditimbang seperti pada pre-eklampsia ringan, sambil mengawasi timbunya lagi gejala.
·         Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
4
ü  Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.
                                      III.            Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan diatas 37 minggu
a)      Penderita rawat inap
·         Istirahat mutlak dan ditempatkan pada kamar isolasi.
·         Berika diit rendah garam dan tinggi protein.
·         Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr IM, 4 gr dibokong kanan dan 4 gr d bokong kiri.
·         Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
·         Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif, diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 kali permenit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10 % dalam amp 10 cc.
·         Infus dextrosa 5 % dan ringer laktat.
b)      Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 amp IM dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
c)      Diuretika tidak diberikan kecuali bila terdapat oedema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk ini dapat disuntikan 1 amp IV Lasix.
d)      Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin ( pitosin atau sintosinon ) 10 satuan dalam infus tetes.
e)      Kala II harus dipersingkat dengan VE atau FE, jadi ibu dilarang mengedan.
5
f)       Jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi pendarahan yang disebabkan atonia uteri.
g)      Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam selama 24 jam postpartum.
h)      Bila ada indikasi obstetrik dilakukan SC.

B.     EKLAMPSIA
1.      Definisi
Eklampsia dalam bahasa yunani berarti “ halilitar “ karena serangan kejang –kejang timbulnya tiba-tiba seperti petir.
2.      Gejala – Gejala Eklampsia :
Ø  Stadium invasi ( awal atau aurora ).
Ø  Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau kiri. Stadium ini berlangsung kira-kira 30 menit.
Ø  Stadium kejang tonik.
Ø  Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernapasan ke dalam, pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 menit.
Ø  Stadium kejang klonik.
Ø  Semua otot berkontraksi ulang-ulang waktu yang cepat, mulut terbuka dan tertutup. Keluar ludah berbusa dan lidah dapat digigit, mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
Ø  Stadium koma.


6
Ø  Lamanya ketidaksadaran ( koma ) ini berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40 celcius.
3.      Komplikasi
Ø  Lidah tergigit
Ø  Terjadi perlukaan dan fraktur
Ø  Gangguan pernafasan
Ø  Perdarahan otak
Ø  Solusio plasenta
Ø  Merangsang persalinan
4.      Prognosis
§  Morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tinggi
o   Kematian ibu
Disebabkan oleh pendarahan otak, kegagalan jantung paru, kegagalan ginjal, infeksi, kegagalan hepar, dan lain-lain.
o   Kematian bayi
Disebabkan hipoksia intrauterin dan prematuritas
§  Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eclampsia, yang terdiri dari :
o   Koma yang lama
o   Frekuensi nadi diatas 120 kali permenit
o   Suhu 39,4 celcius atau lebih
o   Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
o   Konvulsi lebih dari 10 kali
o   Proteinuria 10 gr atau lebih
o   Tidak ada oedema, oedema menghilang
7
5.      Pencegahan
Upaya-upaya yang dilakukan adalah :
§  Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa eklampsia bukanlah penyakit kemasukan seperti banyak yang disangka oleh masyarakat.
§  Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan antenatal serta mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilan sejak hamil muda.
§  Pelayanan kebidanan yang bermutu yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya sedini mungkin.
§  Mengakhiri kehamilan sedapat-dapat pada kehamilan 37 minggu keatas apabila setelah dirawat inap tanda-tanda tidak menghilang.
6.      Penanganan
Prinsip perawatannya adalah :
1)      Tujuan perawatan di RS adalah untuk menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan diuresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan yang tepat dan cepat, serta untuk melakukan terminasi kehamilan 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan tidak menghitungkan tuanya kehamilan.
2)      Penderita eklampsia harus dirawat inap di RS
3)      Pengangkutan ke RS
Sebelum dikirim, diberikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang selama dalam perjalanan yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg.
4)      Sesampai di RS, pertolongan pertama adalah :
·         Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan
·         Menghindarkan lidah tergigit
·         Pemberian oksigen
8
·         Pemasangan infus dektrosa atau glukosa
·         Menjaga agar janagan sampai trauma serta dipasang kateter tetap
5)      Observasi penderita
·         Dilakukan didalam kamar isolasi yang tenang dengan lampu redup ( tidak terang ), jauh dari kebisingan dan rangsangan kemudian dibuat catatan setiap 30 menit berisis tensi, nadi, respirasi, suhu badan, refleks,dan diuresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekali sehari, juga dicatat tingkat kesadaran dan jumlah kejang yang terjadi.
·         Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam, kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantatif.
6)      Regim-regim pengobatan
·         Regim MgSO4 20 % dengan dosis 4 gr IV perlahan-lahan selama 5-10 menit kemudian disusul dengan suntikan IM dosis 8 gr. Jika tidak ada kontraindikasi, berikan suntikan IM diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan. Bila tidak ada kontraindikasi ( perhatikan pernapasan, refleks dan diuresis ). Juga harus tersedia kalsium glukonas sebagai antidotum.
kegunaan MgSO4 adalah untuk mengurangi kepekaan syaraf pusat agar dapat mencegah konvulsi, menambah diuresis, kecuali bila ada anuria dan untuk menurunkan pernafasan yang cepat.


9
·         Regim sodium pentotal
Dosis insial suntikan IV perlahan-lehan sodium pentotal 2,5 % adalah sebanyak 0,2-0,3 gr. Dengan infus secara tetes ( drips ) tiap 6 jam diberikan :
ü  1 gr sodium pentotal dalam 500 cc dektrose 10 %
ü  ½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
ü  ½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
ü  ½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
ü  ( selama 24 jam )
kerja pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan di RS karena cukup berbahaya dapat menyebabkan henti nafas.
·         Regim valium ( diazepam )
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa 10 % dengan tetesan 30 permenit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10 mg dalam infus atau suntikan IM : sampai tidak kejang, obat ini cukup aman.
·         Regim litik koktil ( lytic cocktail )
Ada 2 macam kombinasi obat yaitu :
ü  Largactil ( 100 mg ) + phenergen ( 50 mg ) + Pethidin ( 100 mg )
ü  Pethidin ( 100 mg ) + Chlorpromazin ( 50 mg ) + Promezathin ( 50 mg )
Masing-masing dilarutkan dalam 500 cc glukosa 5 % dan diberikan secara infus tetes IV : jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tekanan darah penderita.



10
·         Regim stroganoff
7)      Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin prokain 1,2-2,4 juta satuan.
8)      Penanganan obstetric
·         Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status obtetrikus penderita, keadaann janin, keadaan serviks dan sebagainya.
·         Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian direncanakan untuk mengakhiri kkehamilan atau mempercepat jalan persalinan dengan cara yang aman.
·         Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang, dengan atau tanpa amniotomy.
·         Kala II harus dipersingkat dengan ektraksi vakum atau ektraksi forseps. Bila janin mati dilakukan embriotomi.
·         Bila serviks masih tertutup dan lancip ( pada primi ) serta kepala janin masih tinggi atau ada kesan terdapat disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik lainnya, sebaiknya dilakukan SC ( bila janin hidup ). Anastesi yang dipakai lokal atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
9)      Bahaya yang masih tetap mengancam adalah pendarahan postpartum, infeksi nifas, atau trauma akibat pertolongan obstetric.




11
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pre-eklampsia berat merupakan suatu kelanjutan dari pre-eklampsia ringan dimana terjadinya kenaikan tekanan darah 160 / 110 mmHg, proteinuria 5 gram / lebih dalam 24 jam ( +3 atau +4 ), oliguria, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan. Dalam keadaan PEB, jika tidak ditangani dengan segera maka pasien akan mengalami kejang / sudah dalam tahap eclampsia.
2.      Banyak pesien yang berpotensi dalam PEB ini antara lain : faktor genetik ( keturunan / riwayat keluarga hipertensi ), kehamilan ganda, obesitas, DM, dan faktor prodisposisi. Ibu pekerja keras dean perokok.
3.      Untuk mencegah agar pre-eklampsia ini tidak menjadi berat atau bahkan menjadi eklampsia, perlu dipantau dalam setiap kunjungan ulang antenatal yaitu pertambahan BB yang meningkat terlalu jauh perminggu, tekanan darah dan proteinuria.
4.      Jika kita menemukan pasien dengan kasus PEB, tindakan segera yang langsung kita ambil adalah segera pasien dirujuk ke RS karena kasus ini bukanlah wewenang kita sebagai bidan dan harus memerlukan tindakan yang lebih lanjut yang tidak bisa kita tangani sendiri.
B.     Saran
1.      Diharapkan pada tenaga kesehatan khususnya bidan untuk menjelaskan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan, sehingga ibu hamil dapat mengetahui gejala awal dan penyimpangan yang terjadi dan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat.
2.      Bidan harus memberikan penyuluhan pada ibu –ibu hamil tentang KB supaya mereka bisa mengatur kehamilannya.
12
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo Sarwono, 2002 “ Ilmu kebidanan ” Yayasan Bina pustaka, Jakarta

Mansjoer Arif, 2000 ” Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kesatu “, Penerbit Media Aesculapius FKUI , Jakarta

Mochtar Rustam, 1998, “ Sinopsis Obstetri Edisi Kesatu “. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta

Prof dr Manuaba, Ida Bagus Gde, SPOG. 1998, “ Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga berencana Untuk Pendidikan Bidan ” , Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta

Prof dr Manuaba, Ida Bagus Gde, SPOG, 1998, “ Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB ”. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta

www.askep-askeb-kita.blogspot.com













13